Senin, 16 Februari 2015

MORFOLOGI BAHASA LIO (1): JENIS KATA

Kata adalah bentuk bahasa terkecil yang bukan frase (Bloomfield, 1933: 178). Batasan bukan frase ini memberikan kemungkinan adanya kata yang berupa konstruksi sintaksis sehingga hubungan antara unsurnya tidak dapat diajukan dari bentuk terdekat dengan menyisipkan sebuah kata atau digeser susunannya (Reichling, 1970:16).

Jenis Kata
A.  Kata Baku
Berdasarkan fungsinya, kata dapat dibedakan atas kata yang dapat menduduki unsur utama dan kata yang tidak dapat menduduki unsur utama kalimat, yaitu subyek dan/atau predikat yang disebut kata baku.
Contoh:
ata     ‘orang’         aku    ‘aku’            lo’o     ‘kecil’          
ka      ‘makan’         rua    ‘dua’            lima    ‘lima’

Kata baku dapat dibedakan atas kata nominal, kata kerja, kata sifat, dan kata bilangan.

1)Kata Nominal (N)
Kata-kata baku yang menduduki obyek penderita disebut kata nominal.
Contoh:
no’o         ‘bibi’            ro’a    ‘kera’           ika     ‘ikan’           
kai           ‘dia’              watu   ‘batu’           pare   ‘padi’

Kata nominal ini dapat dibedakan lagi atas kata benda dan kata ganti.
1.1          Kata Benda (B), yaitu kata nominal yang dapat berkonstruksi dengan kata. sakolo ‘seorang’, saeko ‘seekor’, saesa ‘sebuah’, sawidha ‘sehelai’ dan sebagainya.

Kata benda dapat dibedakan lagi menjadi 3 yaitu:
a)    Kata benda manusiawi (Bm); yaitu kata benda yang dapat berkonstruksi dengan kata saimu ‘seorang’.
             Contoh : ata ‘orang’, jou ‘guru’, eda ‘paman’, baba ‘bapak’, ana ‘anak’.
b)   Kata benda hewani        (Bh); yaitu kata-kata benda yang dapat berkonstruksi dengan kata saeko ‘seekor’.
            Contoh: nipa ‘ular’, sapi ‘sapi’, rusa ‘rusa’, ule age ‘burung’, manu ‘ayam’.
c)    Kata benda tak bernyawa (Bt); yaitu kata-kata benda yang dapat berkonstruksi dengan kata saesa ‘sebuah’, sawidha ‘sehelai’, salaru ‘seruas’, dan sebagainya.
            Contoh: pau ‘mangga’, jawa ‘jagung’, nio ‘kelapa’, fu ‘rambut’, podo ‘periuk’, kidha
                         'nyiru'.                                                                                                      
1.2         Kata Ganti (G),kata ganti nominal yang tidak dapat berkonstruksi dengan kata-kata saloko, saeko, saesa dan sebagainya tetapi dapat berkonstruksi dengan kata leka ‘di’, tetapi dapat berkonstruksi dengan da ‘ke’ / ‘kepada’.

Kata ganti dapat dibedakan sebagai berikut:
1.2.1.Kata Ganti Persona (Gtp); yaitu kata ganti yang tidak dapat berkonstruksi dengan leka ‘di’, tetapi dapat berkonstruksi dengan da ‘kepada’. Kata ganti ini terikat pada persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga jamak atau tunggal. Contoh : aku ‘aku’        , kau ‘kau’, kai ‘dia’, kami ‘kami’, miu ‘kamu’, kita ‘kita’, ebe ‘mereka’.

1.2.2 Kata Ganti Nama (Gtn); yaitu kata ganti yang mempunyai ciri-ciri struktural, tetapi kata nama tidak hanya terikat pada persona tertentu atau dapat menjadi persona pertama, persona kedua, atau persona ketiga.
Contoh: Yohanes, Pilipus, Lusy dsb.

1.2.3 Kata Ganti Tempat (Gttp); yaitu kata ganti yang dapat berkonstruksi dengan kata leka ‘di’, da ‘ke’, lo’o ‘dari’, tetapi tidak terikat oleh persona. Frase depan yang dibentuk biasanya menduduki keterangan kalimat, seperti gha ‘sini’, gharu ‘situ’.

1.2.4 Kata Ganti Tunjuk (Gttj); yaitu kata ganti yang tidak dapat berkonstruksi dengan kata leka ‘di’, da ‘ke’,, tetapi dapat berkonstruksi dengan kata mai leka ‘dari pada’. Kata itu adalah ina ‘ini’, ghea ‘itu’ seperti  pada ina aji aku ‘Ini adikku’, Ka ina, aku o ghea ‘Makan ini, aku yang itu’.

1.2.5 Kata Ganti Tanya (GtTny); yaitu kata ganti yang biasa menggantikan unsur kalimat yang ditanyakan dalam kalimat tanya atau sebagai unsur pembentuk kalimat tanya. Contoh: apa ‘apa’, saita ‘siapa’, sa apa ‘berapa’, ngere emba ‘bagaimana’, emba ‘mana’, na wengi  ‘kapan’, ta apa ‘mengapa’.

2) Kata Kerja (Kj)
Ciri-ciri structural kata kerja adalah kata baku yang tidak menduduki obyek penderita tetapi menduduki predikat dan dapat berkonstruksi dengan kata keterangan aspek la’e ‘belum’, wi ‘akan’, nebu ‘sedang’, dowa ‘sudah’, tetapi tidak berkonstruksi dengan kata dhae; dheo ‘sangat’,  du ‘sekali’.

Kata kerja ini dapat dibedakan menjadi 2:

2.1 Kata Kerja Transitif, yaitu kata kerja yang memerlukan obyek penderita.
Contoh:
 ka ‘makan’, minu ‘minum’, poke ‘melempar’, pongga ‘memukul’, wiki ‘mengambil’.

2.2 Kata Kerja Intransitif, yaitu kata kerja yang tidak memerlukan obyek penderita.
Contoh: eru ‘tidur’, rio ‘mandi’, mbana ‘bepergian’.
Dalam bahasa Lio tidak ditemukan kata kerja pasif, semua kata kerja berupa kata kerja aktif.

3) Kata Sifat (Sf)
Kata baku yang tidak menduduki obyek penderita tidak dapat berkonstruksi dengan kata la’e ‘belum’, wi ‘akan’, dowa ‘sudah’, nebu ‘sedang’, tetapi dapat berkonstruksi dengan kata dho, dheo, dan dhu ‘sangat’’sekali’disebut kata sifat.
Untuk menyatakan intensitas ‘sangat’ini, dalam bahasa Lio sering ditandai oleh ciri prosodi kuantitas, yaitu dengan diperpanjang ucapannya.
Contoh: mera ‘merah’, kune ‘kuning’, gaga ‘cantik’, fonga ‘suka’.

4) Kata Bilangan (Bil)
Kata baku yang dapat menduduki obyek penderita pada konstruksi kalimat tertentu, tetapi tidak dapat menduduki subyek dalam struktur kalimat nominal + kata kerja, dan dapat berkonstruksi dengan kata imu ; orang, eko ‘ekor’, esa  ‘buah’, satu ‘empat’, lima ‘lima’. Dalam bahasa Lio hanya dikenal 5 angka dasar, selebihnya dinyatakan dengan cara menambah, mengurangi, atau melipatkan. Misalnya 6: lima esa (lima dan satu), 7: lima rua, rua mbutu atau rua satu, 9: tera esa, 10: sembulu, 20: mbulu rua.

 B.  Kata Tugas
Kata yang tidak dapat menduduki unsur utama kalimat, yaitu tidak dapat menduduki subyek atau predikat.

Jenis-jenis kata tugas:

1.     Kata Penghubung
Kata tugas yang berfungsi sebagai penanda hubungan antar kata, frase, dan klausa. Kata penghubung dapat dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai penanda hubungan serta/koordinatif (misalnya no’o ‘dan’, ta ‘atau’, tapi ‘tetapi’) dan kata penghubung sebagai penanda hubungan bertingkat/direktif (misalnya demi ‘jika’, nebu ‘sewaktu’, la’e ‘sebelum’).
Berdasarkan makna strukturalnya, kata-kata penghubung dapat dibedakan sebagai berikut:
a)    Jumlah: no’o ‘dan’
b)   Urutan: mbeja ina ‘kemudian’, tau mbeja kai ‘akhirnya’
c)    Pilih: ta ‘atau’
d)   Pertentangan: tapi ‘tetapi’, di ‘tetapi’
e)   Tingkat: dho ‘sangat’
f)    Perbandingan: ngere ‘seperti’
g)   Sebab: seba ‘sebab’, bereka ‘berkat’, berhubu ‘berhubung’
h)   Akibat: sehingga ‘sehingga’, sape-sape ‘sampai-sampai’
i)     Waktu: nelu ‘waktu’, ‘sewaktu’, sala’e ‘sebelum’, mbeja ‘sesudah’
j)    Pengandaaian: seandhe ghe ‘seandainya’
k)   Syarat: demi ‘jika’
l)     Tak bersyarat: maski ‘meskipun’
m)  Harapan: supae ‘supaya’, we’e ‘agar’
n)    Isi: so’o ‘bahwa’
o)    Kegunaan: to ‘untuk’
p)   Cara: no’o ‘dengan’
q)    Penjelas: eo ‘yang’, o ‘yang’
r)    Perkecualian: kecuali ‘kecuali’, selae ‘selain’

2.     Kata Sandang
Kata tugas yang biasa berkonstruksi dengan kata-kata nominal dalam konstruksi endosentrik atributif. Kata-kata sandang itu adalah a ‘si’, ni ‘si’, ghea ‘itu’.

3.     Kata Keterangan
Kata tugas yang biasa berkonstruksi dengan kata sifat atau kata kerja dalam konstruksi endosentrik atributif.
Kata keterangan dapat dibedakan atas:
a.    Keterangan waktu: saga nea ‘tadi’, wai sia ‘esok’, wengi rua ‘lusa’, na welo ‘nanti’, mere mai ‘kemarin’.
b. Keterangan modal: musti ‘mesti’, mungki ‘mungkin’, muda-mudaha ‘mudah-mudahan’, sai mbe’o ,’barangkali’.
c.    Keterangan aspek: la’e ‘belum’, wi ‘akan’, nebu ‘sedang’, do, dowa ‘sudah’.
d.    Keterangan cara: so bheni ‘sebaiknya’, selama ‘secepatnya’.
e.    Keterangan kuantitas: parna ‘pernah’, sabhondo ‘banyak’.

4.     Kata Depan
Kata tugas yang biasa berkonstruksi dengan kata nominal atau frase nominal dalam konstruksi eksosentrik drektif.
Contoh: leka ‘di’, da ‘ke’, mai ‘dari’, pati ‘untuk’.

5.    Kata Bantu Kata Kerja
        Kata tugas yang biasa berkonstruksi dengan kata nominal atau frase nominal dalam         konstruksi eksosentrik drektif.
        Contoh: leka ‘di’, da ‘ke’, mai ‘dari’, pati ‘untuk’.

6.    Kata Bantu Kata Bilangan
         Kata tugas yang berkonstruksi dengan bilangan dalam konstruksi endosentrik 
         atributif dan kata bilangannya sebagai inti.
        Contoh: kolo imu ‘orang’, eko ‘ekor’, esa ‘buah’, widha ‘helai’.

7.    Kata Seru
            Kata tugas yang menyatakan seruan.
     Contoh: aduh, astaga, sstt, hm.

8.    Kata Pementing/Pengeras
     Dalam bahasa Lio terdapat kata tugas yang dapat berkonstruksi dengan kata     
Baku yang mana pun dan dapat berkonstruksidengan kata tugas, dalam konstruksi endosentrik atributif. Kata ini berfungsi memberikan tekanan terhadap unsur kalimat yang dipentingkan. Kata tersebut adalah si ‘lah’.



                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar