
Di bidang filsafat,Al-Farabi termasuk dalam kelompok filsuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual,politik,dan seni.Filsafat Al-Farabi merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah.
Dalam soal ilmu mantik dan filsafat fisika,ia mengikuti pemikiran Aristoteles sedangkan dalam metafisika ia mengikuti jejak Plotinus (205-270),seorang tokoh utama Neoplatonisme.
Al-Farabi mempunyai keyakinan penuh bahwa antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan karena sama-sama membawa kepada kebenaran.
Diantara pemikiran filsafat Al-Farabi yang terkenal adalah penjelasannya tentang filsafat emanasi (al-faid),yaitu teori yang mengajarkan tentang proses urut-urutan kejadian suatu wujud yang mungkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib al wujud (Tuhan). Menurutnya, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan berupa benda. Segala sesuatu, menurutnya memancar/keluar dari Tuhan karena Tuhan mengetahui bahwa ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya.Ilmu-Nya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya. Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu benar-benar Esa,karena itu yang keluar dari pada-Nya tentu harus satu wujud saja. Dasar adanya emanasi adalah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal-akal yang timbul dari Tuhan terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan.
Selain filsafat emanasi, Al-Farabi juga dikenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya. Dia berkesimpulan bahwa para nabi/rasul maupun para filsuf sama-sama berkomunikassi dengan akal fa'al, yaitu akan kesepuluh (malaikat).Perbedaannya, komunikasi nabi/rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhaliyyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filsuf berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada di luar diri manusia.
Dalam filsafat kenegaraan, Al-Farabi membedakan menjadi lima macam:
Dalam soal ilmu mantik dan filsafat fisika,ia mengikuti pemikiran Aristoteles sedangkan dalam metafisika ia mengikuti jejak Plotinus (205-270),seorang tokoh utama Neoplatonisme.
Al-Farabi mempunyai keyakinan penuh bahwa antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan karena sama-sama membawa kepada kebenaran.
Diantara pemikiran filsafat Al-Farabi yang terkenal adalah penjelasannya tentang filsafat emanasi (al-faid),yaitu teori yang mengajarkan tentang proses urut-urutan kejadian suatu wujud yang mungkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib al wujud (Tuhan). Menurutnya, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan berupa benda. Segala sesuatu, menurutnya memancar/keluar dari Tuhan karena Tuhan mengetahui bahwa ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya.Ilmu-Nya menjadi sebab bagi wujud semua yang diketahui-Nya. Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu benar-benar Esa,karena itu yang keluar dari pada-Nya tentu harus satu wujud saja. Dasar adanya emanasi adalah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal-akal yang timbul dari Tuhan terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan.
Selain filsafat emanasi, Al-Farabi juga dikenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya. Dia berkesimpulan bahwa para nabi/rasul maupun para filsuf sama-sama berkomunikassi dengan akal fa'al, yaitu akan kesepuluh (malaikat).Perbedaannya, komunikasi nabi/rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhaliyyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filsuf berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada di luar diri manusia.
Dalam filsafat kenegaraan, Al-Farabi membedakan menjadi lima macam:
- Negara Utama (al-madinah al-fadilah),yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya,negara yang baik adalah negara yang dipimpin oleh Rasul dan kemudian para filsuf.
- Negara orang-orang bodoh (al-madinah al-jahiliah),yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan.
- Negara orang-orang fasik (al-madinah al-fasiqah),yaitu negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan fa'al (al-madinah al-fadilah),tetapi tingkah laku mereka sama seperti penduduk negeri yang bodoh.
- negara yang berubah-ubah (al-madinah al-mutabaddilah),yaitu negara yang penduduknya semula mempunyai pemikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negara utama,tetapi kemudian mengalami kerusakan.
- Negara sesat (al-madinah ad-dallah),yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal Fa'al, tetapi kepala negara nya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu banyak orang dengan ucapan dan perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar