Jumat, 05 Juni 2015

Lebih Dekat Dengan Sang Proklamator (1): Siapakah Soekarno?


Ir. Soekarno
Soekano lahir di Lawang Seketeng, Surabaya, Jawa Timur pada 6 Juni 1901. Ayahnya seorang guru sekaligus priyayi Jawa bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, kelahiran Probolinggo sedangkan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai yang lahir serta merupakan kerabat seorang bangsawan di Singaraja, Bali. Kehidupan Soekarno sangat kental diwarnai sinkretisme ajaran Kejawen. Soekarno di bawah naungan shio Kerbau Tanah berunsur Yin merupakan tipe pekerja keras dan bermetodologi, berkemauan keras, senang membantu orang lain, inspirator, apa adanya, mau menerima, tabah, pandai bicara, cerdas, berjiwa seni, tidak menyukai rutinitas, spontanitas energik, murah hati dan berkemampuan. Sedangkan sifat negatif yang dimiliki adalah keras kepala dan otoriter, tidak pernah tenang, sikap mendua, senang akan kemewahan. Soekarno sendiri memiliki Wuku Wayang, orang dengan Wuku Wayang ini mempunyai sifat halus perintahnya, bermula mudah berakhir sulit, teliti, bakti, banyak rejeki, disenangi oleh orang banyak, agak angkuh namun disenangi pembesar, suka di tempat sunyi, rahayu dan banyak ilmu pengetahuan.
Semula nama Soekarno adalah Kusno Sosrodihardjo. Tapi karena Kusno kecil sering sakit-sakitan, maka namanya diganti menjadi Soekarno. Menurut ibunya, kelahiran Soekarno di waktu fajar memiliki makna khusus. Kata Soekarno, ibunya pernah mengatakan: "Kelak engkau akan menjadi orang yang mulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita orang Jawa mempunyai suatu kepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telah ditakdirkan lebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan itu, nak, bahwa engkau ini putra dari sang fajar."
Tanggal kelahiran Soekarno pun dipandang sebagai pertanda nasib baik. Dia mengatakan: "Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam. Adalah menjadi nasib yang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan."
Soekarno melihat dirinya yang terdiri dari dua sifat yang berlawanan sebagai satu kemungkinan pertanda nasibnya di dunia politik. "Karena aku terdiri dari dua belahan, aku dapat memperlihatkan segala rupa; aku dapat mengerti segala pihak; aku memimpin semua orang. Boleh jadi ini secara kebetulan bersamaan. Boleh jadi juga pertanda lain. Akan tetapi, kedua belahan dari watakku itu menjadikanku seorang yang merangkul semuanya."
Kejadian lain yang dianggap pertanda nasib oleh Soekarno adalah meletusnya Gunung Kelud ketika dia lahir. Mengenai hal ini, dia menyatakan: "Orang yang percaya kepada takhayul meramalkan, Ini adalah penyambutan terhadap bayi Soekarno."
Selain itu, penjelasan tentang penggantian nama Kusno menjadi Karno pun memberi satu mitos lagi dalam diri Soekarno kecil tentang dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan bangsanya. Kepercayaan akan pertanda-pertanda yang muncul di hari kelahirannya memberi semacam gambaran masa depan dalam benak Soekarno sejak masa kecil.


Soekarno di masa muda
Soekarno kecil lalu tinggal bersama kakeknya di Tulungagung. Pada usia 14 tahun seorang 
kawan ayahnya yang bernama Haji Oemar Said Tjokroaminoto mengajaknya tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (HBS). Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Dia kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Jong Jawa adalah organisasi pemuda yang semula bernama Tri Koro Darmo. Semasa sekolah di HBS pula Soekarno mulai menulis artikel politik melawan kolonialisme Belanda di surat kabar pimpinan Tjokreoaminoto yaitu Oetoesan Hindia.
Karakter revolusioner Soekarno terbentuk dari rangkaian penderitaan hidup yang dialaminya. Soekarno muda tumbuh menjadi seorang yang penuh perasaan cinta kepada sesama, terutama kepada golongan yang tertindas dan terhisap. Pada saat yang sama, dia juga menjadi orang yang membenci penindasan. Hal itu terlihat jelas dalam penuturannya kepada Cindy Adams yang kemudian menuliskannya dalam buku Soekarno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia. Riwayat hidup Soekarno sendiri memperlihatkan bagaimana gambaran dirinya di masa depan dan persepsinya tentang Indonesia yang kemudian menggerakkannya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Setamat HBS pada tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Ketika kuliah di Bandung, dia berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Setamatnya dari Technische Hoge School, Soekarno menolak menjadi pegawai pemerintah kolonial. Pada 4 Juli 1927, dia bersama Mr. Sartono, Ir. Anwari, Mr. Sunario, dan lain-lain justru mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia), sebuah partai politik yang memiliki program untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tahun itu pula, dia memelopori pembentukan PPPKI (Permufakatan Partai partai Politik Kebangsaan Indonesia), sebagai gabungan dari organisasi-organisasi dari partai politik yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, diantaranya PNI, PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen Bond, dan Kaum Betawi.
Karena intensitas kegiatan politiknya, pada tahun 1930 Soekarno ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda dan kemudian dijatuhi hukuman selama empat tahun di penjara Sukamiskin, Bandung, pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian, kasusnya disidangkan. Dalam pembelaannya di Landraad, Bandung, yang berjudul Indonesia Menggugat, Soekano menegaskan perlawanannya terhadap kolonialisme Belanda. Pembelaannya itu membuat Belanda semakin marah sehingga pada Juli 1930, PNI dibubarkan. Pidato pembelaannya menggegerkan dunia internasional. Akibatnya, pemerintah kolonial pada 31 Desember 1931 terpaksa membebaskan Soekarno sebelum masa hukumannya selesai.
Setelah bebas dari penjara Sukamiskin, Soekarno masuk ke Partindo (Partai Indonesia), dan memimpin majalah partai yang radikal yaitu Fikiran Ra'jat. Akibat aktivitasnya itu, dia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, pada 17 Februari 1934. Pada tahun 1938, dia dipindahkan ke Bengkulu.
Di Ende, Soekarno mendirikan perkumpulan sandiwara yang diberi nama Kelimutu, dan sempat mementaskan cerita-cerita karangannya, seperti Dr. Syetan dan 1945. Kegiatan itu diteruskan di Bengkulu. Bahkan di tempat pengasingan yang baru itu dia aktif dalam kegiatan pendidikan lewat Muhammadiyah.
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar