Sabtu, 27 Juni 2015

Bentuk Kalimat Dalam Bahasa Lio

Kalimat terdiri atas satu klausa disebut kalimat tunggal. Berdasarkan batasan ini kalimat tunggal berklausa tunggal dapat pula merupakan kalimat yang tidak berklausa.
Contoh:
La’e               ‘belum’
Mere mai       ‘kemarin’
Kalimat tungal ini dibedakan menjadi dua, yaitu kalimat mayor dan kalimat minor.

Ø  Kalimat Mayor
Kalimat tunggal berunsurkan S dan P yang dapat disertai unsur O dan K disebut kalimat mayor. Kalimat mayor merupakan konstruksi predikatif. Pola struktur kalimat mayor ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

                      N
                      Kj
    N (Asp)     Sf             (Asp)        N (FD)      (T)         (W)      (M)       (C)        (A)     (Ku) 
                      Bil
                      FD

Keterangan aspek (Asp) ada yang harus terletak mendahului Kj, ada pula yang harus mengikuti Kj. Oleh karena itu, rumus di atas ditulis dalam dua posisi.
(1)   Kalimat Inti
Kalimat mayor yang berunsurkan unsur wajib disebut kalimat inti. Berdasarkan rumus diatas, akan didapatkan lima pola kalimat inti dalam bahasa Lio.
·         N + N
Contoh:
Rusa ndu’a                 ‘Rusa binatang’
Kai kepala desa         ‘Dia kepala desa’
·         N + Kj
Contoh:
Ebe ndeo              ‘Mereka bernyanyi’
Ero lela                ‘Burung terbang’
·         N + Sf
Contoh:
Mamo rongo              ‘Kakek sakit’
Aku fonga                  ‘Aku senang’
·         N + Bil
Contoh:
Ana imu lima            ‘Anak lima orang’
Jara eko telu             ‘Kuda tiga ekor’
·         N + FD
Contoh:
Ema da ghea uma          ‘Ayah ke ladang’

(2)   Kalimat Luas
Struktur kalimat luas bahasa Lio dapat diklasifikasikan seperti berikut:
            
·         FN +  FN    N          
Contoh:
Eda aku sopi                           ‘Pamanku sopir’
Kai ghea Fernandes               ‘Itu Fernandes’
·         FN + N
Contoh:
Gharu kopi ba’i                    ‘Itu kopi pahit’
Kai ata jogha                        ‘Dia orang jahat’
·         N + FKj
Contoh:
Aku jadi lara roke              ‘Aku jadi mengantuk’
             
·         FN + FKj   Kj
Contoh:
Ema kai dei nde’o           ‘Ayahnya suka bernyani’
Jou o bani aja baca         ‘Guru yang galak itu mengajar membaca’
·         N + FSf
Contoh:
Ebe biasa ro                           ‘Mereka biasa sakit’
Kai na wai lami raka do        ‘Beliau kaya pengalaman’

Ø  Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat tunggal yang tidak mempunyai unsur funsional S + P, atau keduanya tidak ada.
Contoh:
Sai?                       ‘Siapa’
Oe                          ‘Ya’
Wengi mai?          ‘Kapan datang?’
Ka dowa?             ‘Sudah makan?’

Berdasarkan contoh diatas, dapat dilihat bahwa ada kalimat minor yang hanya berunsur S.
Contoh:
Sai?     Bentuk lengkapnya Sai gharu?  Siapa itu?   Ada yang berupa predikat saja: Ka dowa?  Dari bentuk Ema ka dowa?  ‘Ayah sudah makan?’

Ø  Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat  yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Berdasarkan hubungan antar unsur langsung, kalimat majemuk dibedakan menjadidua, yaitu:
(1)   Kalimat majemuk setara
(2)   Kalimat majemuk bertingkat

·         Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang sifat hubungan antar unsurnya langsung setara. Maksudnya, klausa yang satu bukan merupakan bagian dari klausa lainnya. (Ramlan, 1981:28).
Kalimat majemuk setara ini dapat dibedakan lagi berdasarkan makna struktural yang timbul akibat hubungan antara klausa yang satu dengan klausa lainnya, sebagaimana berikut ini:
1. Kalimat Majemuk Setara Jumlah
Dalam kalimat ini, klausa yang satu dengan yang lainnya menyatakan makna penjumlahan, yaitu penjumlahan peristiwa, penjumlahan keadaan, bahkan mungkin pula penjumlahan tindakan (Ramlam, 1981:35). Kalimat ini ditandai kata penghubung no’o   ‘dan’, yang kadang-kadang diucapkan no saja.
Contoh:
Ema aku wora ngaja dapi no sepa ai kai   ‘Ayahku membentaknya serta menyentakkan kakinya’.
2. Kalimat Majemuk Setara Urutan
Kalimat setara ini mempunyai sifat hubungan menyatakan urutan peristiwa atau keadaan antara klausa yang satu dengan yang lainnya. Hubungan kalimat ini kadang-kadang tidak ditandai kata penghubung, yaitu kata penghubung yang sering digunakan sawe  ‘sesudah’; ‘sehabis’.
Contoh:
Ka sawe, aku iwa ngadho ngura ngi’i   ‘Sehabis makan, aku tidak lupa menggosok gigi’.
3. Kalimat Majemuk Setara Pilih
Sifat hubungan pilih berarti penerima akan melihat dalam kenyataan hanya salah satu dari klausa itu yang akan , sedang, atau telah terjadi atau yang ada. Kalimat ini biasa ditandai demi  ‘atau’  atau ta ‘atau’.
Contoh:
Kau to’o teka nia aku, demi aku wela kau  ‘Kau pergi dari hadapanku, atau aku membunuhmu’.
4.  Kalimat Majemuk Setara Pertentangan
Kalimat majemuk ini ditandai oleh makna structural klausa yang satu bertentangan atau ditolak isinya oleh klausa lainnya. Kata penghubung yang menandainya di ‘tetapi’.
Contoh:
Sia wewa ghea masa, di sia wewa ina piara molo
‘Pekarangannya itu bersih, tetapi pekarangan ini tidak terpelihara’
Aji kai miwa jie, di kasia kai bhongo dema
‘Adiknya cantik tetapi sayang dia bodoh sekali’
5. Kalimat Majemuk Setara Tingkat
6. Kalimat ini mempunyai makna struktural bahwa klausa yang kemudian melebihi apa yang dinyatakan pada klausa sebelumnya. Hubungan ini jarang ditandai oleh kata penghubung yang kadang-kadang dipakai  mala  ‘malah’; ‘bahkan’.
Contoh:
Kai ghe biasa ro, mala nebu ina to’o talo sawe leka ola eru kai
‘Orang itu sering sakit, bahkan kini tidak dapat lagi bangun dri tempat tidurnya’.

·         Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang salah satunya merupakan bagian klausa lainnya. Klausa yang bukan menjadi klausa lain disebut inti dan klausa yang merupakan bagian klausa lain disebut klausa bukan inti.
Klausa bukan inti merupakan bagian dari klausa inti karena bukan inti yang menduduki salah satu unsur fungsional pada klausa inti. Hal ini berarti bahwa unsur klausa inti bertindak sebagai S, P, O, atau K.
Contoh:
Nebu aku ka taka ine muta-tai   ‘Tengah aku asyik makan, ibu muntah-muntah’

Kalimat ini terdiri atas dua klausa, yaitu Nebu aku ka taka  ‘Tengah aku asyik makan’ dan ine muta-tai  ‘Ibu muntah-muntah’. Kalimat pertama tersusun unsur nebu ‘tengah’ sebagai klausa K, aku  ‘aku’ sebagai klausa S, dan ka taka ‘asyik makan’ sebagai klausa P. Klausa kedua tersusun atas unsur ine ‘ibu’sebagai S, muta-tai ‘muntah-muntah’ sebagai P.
Bila dihubungkan bagian terhadap keseluruhan, klausa pertama merupakan bagian dari klausa kedua karena klausa pertama merupakan unsur W klausa kedua. Dengan demikian, klausa ini dapat disubstitusikan dengan kata keterangan waktu (W), seperti terlihat paradigma berikut:
Nebu aku ka taka, ine muta-tai
       W                        S         P

Klausa bukan inti kadang-kadang menduduki O, seperti terlihat pada contoh berikut:
Aku nosi, ema wora da ghea aku   ‘Aku tahu ayah marah padaku’
Kalimat ini terdiri atas dua klausa, yaitu klausa inti aku nosi ‘aku tahu’ dan klausa bukan inti  ema wora da ghea  ‘ayah marah padaku’. Dilihat dari unsur fungsionalnya: Aku  ‘aku’ sebagai subyek (S) dan nosi ‘tahu’sebagai predikat (P).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar