Sabtu, 06 Juni 2015

Lebih Dekat Dengan Sang Proklamator (2): Soekarno, Pecinta Seni dan Budaya

       Ni Pollok, legenda penari Bali karya pelukis asal Belgia, Le Mayeur
Ada banyak cerita yang muncul tentang sosok Soekarno. Banyak julukan atau sebutan yang disematkan untuknya. Ia adalah sosok yang lantang menyerukan kemerdekaan ke seantero dunia, sekaligus orang yang mampu membawa bangsa dan rakyat Indonesia diakui dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dari sekian banyak sebutan untuk Soekarno, yang paling sederhana tapi begitu dalam maknanya adalah Soekarno sebagai Sang Pecinta. Ia mencintai negeri dan rakyatnya, ia mencintai wanita, ia juga mencintai sekaligus mengagumi seni dan budaya. Ia menyukai wayang, ia tidak hanya mencintai budaya Jawa, tetapi juga budaya-budaya yang ada di Nusantara. Soekarno mengagumi tari-tarian dari seluruh Indonesia. Karena kecintaannya pada seni dan budaya, Istana Negara penuh dengan aneka lukisan, patung, dan benda-benda seni lainnya. Setiap pergi ke daerah, Soekarno selalu mencari sesuatu yang unik dari daerah tersebut. Keputusan memilih jurusan arsitektur dalam kuliahnya merupakan salah satu indikasi minat dan bakatnya pada seni. Saat dalam pengasingannya di Ende, Soekarno membuat belasan naskah sandiwara untuk membunuh kesepian.
Kecintaan Soekarno pada seni dan budaya  ia tunjukkan salah satunya dengan sikapnya yang menghargai seniman, budayawan, hingga penabuh gamelan. Saat diasingkan di Istana Bogor, Soekarno menghabiskan waktunya dengan menginventarisasi musik-musik keroncong yang dulu populer tahun 1930-an dan kemudian menghilang. Atas kerja kerasnya dan beberapa seniman keroncong, Soekarno berhasil menyelamatkan beberapa karya keroncong.
Pada masa penjajahan Jepang, Bung Karno memimpin Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) sebagai wadah seniman pada saat itu, yang melibatkan berbagai tokoh seni seperti Basuki Abdullah, Afandi, Sudjojono, Henk Ngantung, Hendra, dan lain lain. Bidang seni budaya yang bernaung dalam Poetra juga banyak, seperti seni tari, lukis, teater, kriya, dan lain lain.
Soekarno ketika menari Lenso
Seni memang telah mengalir dalam darah Soekarno. Ibunya yang berasal dari Bali dan ayahnya yang seorang Jawa merupakan perpaduan dari gen yang kaya akan seni. "Aku bersyukur kepada Yang Maha Pencipta, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni. Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa menjadi Pemimpin Besar Revolusi sebagaimana 105 juta rakyat menyebutku? Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa memimpin bangsaku untuk merebut kembali kemerdekaan dan hak asasinya, setelah tiga setengah abad di bawah penjajahan Belanda? Kalau tidak demikian bagaimana aku bisa mengorbankan suatu revolusi di tahun 1945 dan menciptakan suatu Negara Indonesia yang bersatu, yang terdiri dari pulau Jawa Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan bagian lain dari Hindia Belanda?" demikian komentar Soekarno tentang darah seni yang ada pada dirinya.
Menurut Soekarno, jiwa seni sangat mempengaruhi jalan juangnya. Revolusi adalah seni, bagaimana menjebol dan membangun. Pembangunan menghendaki jiwa seorang arsitek, dan di dalam jiwa arsitek terdapatlah unsur-unsur perasaan dan jiwa seni. Kepandaian memimpin suatu revolusi hanya dapat dicapai dengan mencari ilham dalam segala sesuatu yang dilihat.
Sebagai pecinta seni, Soekarno menyukai keindahan, seni itu sendiri berarti keindahan. Ia amat menyukai lukisan yang cenderung pada aliran naturalisme. Lukisan pelukis besar Basuki Abdullah menjadi favoritnya. Soekarno bisa berjam-jam lamanya menikmati sebuah lukisan. "Aku sendiri senang pada naturalisme, khususnya yang menonjolkan keindahan, apakah itu manusia, makhluk hidup, ataupun benda mati. Setiap benda betapa pun kecilnya mempunyai keindahan; aku senang melihat dan menikmati keindahannya itu, keindahan yang dianugerahkan Tuhan kepada yang diciptakan-Nya."
Lukisan karya Henk Ngantung
Tak hanya sebagai penikmat lukisan, Soekarno juga jago melukis. Salah satu lukisan hasil karyanya yang dibuat sewaktu ia dibuang ke Ende. Lukisan itu menggambarkan pemandangan pantai laut yang tenang kebiruan dengan bukit-bukit terjal sepanjang pantai, gerumbul-gerumbul hijau kehitaman di sebelah kanan dan sedikit pantai berpasir terdampar di sebelah kiri. Juga ada sebuah lukisan karyanya yang menggambarkan seorang wanita berkebaya hijau. 
Selain pengagum lukisan, Soekarno juga menyukai seni pahat, khususnya patung. Beberapa buah patung yang amat ia senangi diantaranya ialah Madonna yang terbuat dari batu pualam putih sebesar manusia, Hand of God yang terbuat dari perunggu dan dipasang indah serasi di belakang Istana Bogor menghadap kolam teratai luas di kebun raya, dan sebuah patung Dewi Kwan Im. Pada suatu hari di Istana Bogor, Soekarno menerima beberapa tamu asing. Dalam kesempatan melihat-lihat istana dari satu ruangan lain, seorang tamu melihat patung Dewi Kwan Im tersebut. Rupanya ia pun termasuk seorang kolektor yang mengerti benar akan barang antik.
Melihat patung tersebut, sang tamu menjadi tertarik dan bertanya pada Soekarno, apakah mau menjual patung tersebut? Sekonyong-konyong Soekarno menjawab tidak. Tamu itu masih mendesak dan bersedia menukar dengan dua mobil Mercy antipeluru. Soekarno tertawa dan menjawab, "Meskipun Anda memberiku seratus Mercy antipeluru, patung itu tidak akan saya tukarkan."
Soekarno juga menyenangi seni tari dan musik. Untuk kedua seni Soekarno lebih cenderung ke arah tradisional. Soekarno memang tidak menyukai musik-musik seperti rock dan jazz.
Soekarno kelihatan gembira sekali dan amat menikmati tarian tradisional yang lincah dinamis seperti tari Sunda, Bali, dan gambir anom.  Tarian gatotkaca merupakan tarian favorit Soekarno dan penari Rusman dari Sri Wedari, Solo yang membawakannya, adalah penari kesayangannya. Hampir pada setiap malam kesenian yang diadakan setelah acara jamuan negara untuk menyambut tamu negara asing, tarian gatotkaca ini dipertunjukkan.
Soekarno dan Wayang

Tiga bulan sekali atau paling lama enam bulan sekali Soekarno selalu memerintahkan diadakan pertunjukan wayang semalam suntuk terbuka untuk umum. Bila di Jakarta, pertunjukkan wayang kulit selalu diadakan di Istana Negara.
Dalam hal arsitektur, Soekarno menggunakan bakat seninya untuk merancang dan membangun patung, monumen, dan gedung menjadi buktinya. Dalam membangun gedung maupun monumen, Soekarno telah menggunakan konsep yang terpadu. Setiap proyek dikerjakan dengan pemrograman yang melibatkan tata kota, arsitek, dan konstruktor, dan memperhatikan semua aspek prancangan, termasuk di antaranya aspek lingkungan. Beberapa seniman dan teknokrat yang terlibat antara lain Henk Ngantung (pelukis), Silaban (arsitek), Prof. Rooseno dan Ir. Sutami (konstruksi/sipil).
Monumen Nasional (Monas) telah menimbulkan kekaguman Sri Paus yang berkunjung tahun 1975. Jembatan Semanggi di kawasan Senayan mengundang decak kagum dunia internasional karena gagasan jalan layang saat itu merupakan ide brilian dalam mengantisipasi kemacetan lalu lintas. Stadion Senayan, Sarinah, Patung Selamat Datang, Patung Pembebasan Irian Barat, Patung Dirgantara, dan lain-lainnya telah memperindah kota Jakarta dan membuat Jakarta tidak kalah dengan kota-kota besar dunia.



Referensi: 
Kompilasi Buku-buku tentang Soekarno
Perpustakaan Bung Karno-Blitar,Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar