Minggu, 26 April 2015

Napak Tilas (Historical Walk) Sang Proklamator di Blitar


Sebagai pengagum Bung Karno rasanya belum lengkap kalau aku belum menjejakkan kaki di kota dengan julukan kota Patria ini, kota Blitar.
Kota Blitar secara historis telah akrab dengan semangat kepahlawanan. Kota Blitar juga merupakan salah satu tempat penggodokan dan pemantapan gelora semangat juang Bung Karno dari sejak beliau masih menekuni jenjang pendidikan sampai dengan wafat disemayamkan. Berikut tempat-tempat yang bisa dikunjungi untuk mengenang perjuangan Putra Sang Fajar.



Makam Bung Karno

Batu Nisan Bung Karno
Makam Soekarno terletak di kelurahan Bendogerit, kecamatan Sanan Wetan kota Blitar. Kompleks makam ini berdiri di atas tanah seluas 1,8 Ha sejak Ir Soekarno wafat dan dimakamkan di sini. Pada tanggal 21 Juni 1970 kompleks makam ini untuk pertama kalinya dipugar. Dengan pemugaran ini pencitraan makam Bung Karno sebagai ikon kota Blitar semakin dikukuhkan. Tahun 2004, pengembangan kembali dilakukan dengan menambah bangunan baru, yaitu perpustakaan dan museum Bung Karno. Tim arsiteknya diketuai oleh Pribadi Widodo dan Baskoro Tedjo dari Institute Teknologi Bandung. 

Gerbang menuju makam

Pintu masuk makam ini dimulai dari jalanan yang menghubungkan perpustakaan di sisi selatan kompleks hingga pada gapura Agung. Bangunan utama disebut Cungkup Makam Bung Karno. Cungkup ini berbentuk bangunan joglo yang diberi nama Astono Mulyo. Di atas makam terdapat sebuah batu pualam hitam bertuliskan: "Disini dimakamkan Bung Karno Proklamator Kemerdekaan Dan Presiden Pertama Republik Indonesia. Penyambung Lidah Rakyat Indonesia."
Pada masa lalu, makam Bung Karno diberi dinding kaca sebagai penyekat ruangan peziarah hanya bisa melihat batu nisan dari luar kaca penyekat.  Dan pada  masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati sebagai wapresnya, dinding kaca yang membatasi bangunan makam itu dibongkar total. Kini setiap peziarah yang datang ke joglo makam tersebut bisa langsung menyentuh batu nisan dan bahkan berfoto dengan latar belakang makam Putra Sang Fajar itu.


Perpustakaan Bung Karno
         
Halaman Perpustakaan
Perpustakaan adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat akrab dengan Bung Karno karena selama hidupnya beliau sangat terkenal sebagai insan pecinta buku dan sekaligus sebagai seorang penulis yang sangat produktif dengan ide dan pemikiran yang briliant.
Perpustakaan bertaraf internasional ini termasuk di Kompleks Makam Bung Karno sebelah selatan berdampingan dengan Museum. Di samping bangunan perpustakaan, diisi juga dengan 2 karya seni yang berupa Patung Bung Karno serta dinding relief berisi perjalanan hidup Bung Karno dari masa muda, masa perjuangan diplomatis serta masa tuanya yang membentang di tepi kolam dari perpustakaan ke arah makam. 


Depan Pintu Masuk Perpustakaan
Perpustakaan ini diresmikan 3 Juli 2004 oleh Presiden Megawati Soekarno Putri, yang dimaksudkan agar ide, gagasan konsep, dan pemikiran Bung Karno yang merupakan kekayaan intelektual menjadi aset negara yang disejajarkan dengan pemikiran ahli & ideologi yang berkembang di dunia sehingga bisa dipahami segala lapisan masyarakat untuk melanjutkan perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita – cita. Perpustakaan ini terletak tepat sebelah selatan Makam Bung Karno, di jalan Kalasan kelurahan Bendogerit.



Istana Gebang


Patung Bung Karno di  Istana Gebang
Istana Gebang atau dalam bahasa Jawa disebut dengan ndalem Gebang, merupakan rumah tempat tinggal orang tua Bung Karno. Rumah ini letaknya tidak jauh dari Makam Bung Karno kira-kira 2 km ke arah selatan, tepatnya di Jalan Sultan Agung No. 69 Kota Blitar. Rumah ini sebenarnya milik bapak Poegoeh Wardoyo suami dari Sukarmini, kakak kandung Bung Karno. Selain ditempati oleh kedua orang tua Bung Karno, ditempat ini pula Sang Proklamator pernah tinggal ketika masa-masa remajanya.Istana Gebang berdiri di atas lahan sekitar dua hektar. Keseluruhan bagiannya terdiri dari rumah utama, bagian ini terdiri dari ruang tamu yang cukup luas dengan perabot kursi model lama. Dan beberapa meja dan lemari kecil di sisi barat.
Ruang Tamu Keluarga Bung Karno
Selain itu juga terdapat ruang keluarga yang juga cukup lapang dengan deretan kursi kayu berkombinasi anyaman rotan. Di sana juga terdapat kursi kayu santai lengkap dengan bangku kecil sebagi penopang kaki di bawahnya. Kursi ini biasa digunakan Soekarmini Wardojo, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Ibu Wardojo, di masa hidupnya. Soekarmini sendiri adalah kakak dari Soekarno, yang menikah dengan Wardojo sebagai suami keduanya. Karena itu pula Istana Gebang lebih akrab bagi masyarakat setempat dengan sebutan rumah Ibu Wardojo.


Balai Kesenian
Di sebelah kanan rumah utama terdapat Balai Kesenian. Dulu balai kesenian itu memang digunakan sebagai tempat berekspresi bagi para seniman di sana. Di masa hidup Soekarmini Wardojo, bangunan ini juga sering digunakan untuk pementasan wayang. Di dalamnya dilengkapi dengan seperangkat gamelan beserta wayang kulit milik mereka. Setiap tanggal 6 Juni, yakni tanggal kelahiran Bung Karno, di Istana Gebang ini diselenggarakan haul dan berbagai macam kesenian untuk memperingati hari jadi Bung Karno dan sebagai ajang hiburan rakyat yang dinamakan Grebeg Pancasila.




Foto-foto tentang Bung Karno
Lukisan Bung Karno yang konon adalah lukisan hidup

Soekarno sang 1000 wajah
Gong Kyai Pradah

Wayang, kesukaan Soekarno
Lukisan tentang Perjalanan Bung Karno



Selasa, 21 April 2015

The Memoir of President Soekarno: Speech at the Opening of the Bandung Conference, April 18, 1955

                                   
     
The Asian-African Conference (AAC) was convened in Bandung on 18-24 April 1955.The AAC considered problems of common interests and concerns to countries of Asia and Africa and discussed ways and means by which their peoples couldachieve fuller economic, cultural and political cooperation. The Leaders of Asia and Africa who participated in the AAC envisioned a world order of independence, peace, justice and common prosperity. They crafted a new ethos to govern the relationship between nations, which was called the Spirit of the Bandung Asian-African Conference of 1955 (the Bandung Spirit). The Leaders at the AAC declared that nations should practice tolerance and live together in peace with one another as good neighbours, which would effectively maintain and promote international peace and security, while cooperation in the economic, social and cultural field would help bring about the common prosperity and well being of all.This cooperation and partnership is based on the Ten Principles of Bandung.


Here ís the Speech of President Soekarno:

"This twentieth century has been a period of terrific dynamism. Perhaps the last fifty years have seen more developments and more material progress than the previous five hundred years. Man has learned to control many of the scourges which once threatened him. He has learned to consume distance. He has learned to project his voice and his picture across oceans and continents. lie has probed deep into the secrets of nature and learned how to make the desert bloom and the plants of the earth increase their bounty. He has learned how to release the immense forces locked in the smallest particles of matter.

But has man's political skill marched hand-in-hand with his technical and scientific skill? Man can chain lightning to his command-can be control the society in which be lives? The answer is No! The political skill of man has been far outstripped by technical skill, and what lie has made he cannot be sure of controlling.The result of this is fear. And man gasps for safety and morality.

Perhaps now more than at any other moment in the history of the world, society, government and statesmanship need to be based upon the highest code of morality and ethics. And in political terms, what is the highest code of morality? It is the subordination of everything to the well-being of mankind. But today we are faced with a situation where the well-being of mankind is not always the primary consideration. Many who are in places of high power think, rather, of controlling the world.

Yes, we are living in a world of fear. The life of man today is corroded and made bitter by fear. Fear of the future, fear of the hydrogen bomb, fear of ideologies. Perhaps this fear is a greater danger than the danger itself, because it is fear which drives men to act foolishly, to act thoughtlessly, to act dangerously….

All of us, I am certain, are united by more important things than those which superficially divide us. We are united, for instance, by a common detestation of colonialism in whatever form it appears. We are united by a common detestation of racialism. And we are united by a common determination to preserve and stabilise peace in the world. 

We are often told "Colonialism is dead." Let us not be deceived or even soothed by that. 1 say to you, colonialism is not yet dead. How can we say it is dead, so long as vast areas of Asia and Africa are unfree.

And, I beg of you do not think of colonialism only in the classic form which we of Indonesia, and our brothers in different parts of Asia and Africa, knew. Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control, actual physical control by a small but alien community within a nation. It is a skilful and determined enemy, and it appears in many guises. It does not give up its loot easily. Wherever, whenever and however it appears, colonialism is an evil thing, and one which must be eradicated from the earth….

Not so very long ago we argued that peace was necessary for us because an outbreak of fighting in our part of the world would imperil our precious independence, so recently won at such great cost.

Today, the picture is more black. War would riot only mean a threat to our independence, it may mean the end of civilisation and even of human life. There is a force loose in the world whose potentiality for evil no man truly knows. Even in practice and rehearsal for war the effects may well be building up into something of unknown horror.

Not so long ago it was possible to take some little comfort from the idea that the clash, if it came, could perhaps be settled by what were called "conventional weapons "-bombs, tanks, cannon and men. Today that little grain of comfort is denied us for it has been made clear that the weapons of ultimate horror will certainly be used, and the military planning of nations is on that basis. The unconventional has become the conventional, and who knows what other examples of misguided and diabolical scientific skill have been discovered as a plague on humanity.

And do not think that the oceans and the seas will protect us. The food that we cat, the water that we drink, yes, even the very air that we breathe can be contaminated by poisons originating from thousands of miles away. And it could be that, even if we ourselves escaped lightly, the unborn generations of our children would bear on their distorted bodies the marks of our failure to control the forces which have been released on the world.

No task is more urgent than that of preserving peace. Without peace our independence means little. The rehabilitation and upbuilding of our countries will have little meaning. Our revolutions will not be allowed to run their course....

What can we do? We can do much! We can inject the voice of reason into world affairs. We can mobilise all the spiritual, all the moral, all the political strength of Asia and Africa on the side of peace. Yes, we! We, the peoples of Asia and Africa, 1,400,000,000 strong, far more than half the human population of the world, we can mobilise what I have called the Moral Violence of Nations in favour of peace. We can demonstrate to the minority of the world which lives on the other continents that we, the majority are for peace, not for war, and that whatever strength we have will always be thrown on to the side of peace.

In this struggle, some success has already been scored. I think it is generally recognised that the activity of the Prime Ministers of the Sponsoring Countries which invited you here had a not unimportant role to play in ending the fighting in Indo-China.

Look, the peoples of Asia raised their voices, and the world listened. It was no small victory and no negligible precedent! 
The five Prime Ministers did not make threats. They issued no ultimatum, they mobilised no troops. Instead they consulted together, discussed the issues, pooled their ideas, added together their individual political skills and came forward with sound and reasoned suggestions which formed the basis for a settlement of the long struggle in Indo-China.

I have often since then asked myself why these five were successful when others, with long records of diplomacy, were unsuccessful, and, in fact, had allowed a bad situation to get worse, so that there was a danger of the conflict spreading…I think that the answer really lies in the fact that those five Prime Ministers brought a fresh approach to bear on the problem. They were not seeking advantage for their own countries. They had no axe of power-politics to grind. They had but one interest-how to end the fighting in such a way that the chances of continuing peace and stability were enhanced….

So, let this Asian-African Conference be a great success! Make the "Live and let live" principle and the "Unity in Diversity" motto the unifying force which brings us all together-to seek in friendly, uninhibited discussion, ways and means by which each of us can live his own life, and let others live their own lives, in their own way, in harmony, and in peace.

If we succeed in doing so, the effect of it for the freedom, independence and the welfare of man will be great on the world at large. The Light of Understanding has again been lit, the Pillar of Cooperation again erected. The likelihood of success of this Conference is proved already by the very presence of you all here today. It is for us to give it strength, to give it the power of inspiration-to spread its message all over the World."

(Source: Excerpt taken from Africa-Asia Speaks from Bandung, Djakarta Indonesian Ministry of Foreign Affairs, 1955, 19-29)

Jumat, 17 April 2015

Sintaksis Bahasa Lio: Jenis Frase

2.  Frase  Kerja (FKj)

a. K (Kata kerja) + N (Nominal)
Menurut Hocket (1959: 195), frase kerja makna strukturalnya 'kata benda yang mengikuti kata kerja merupakan objek tindakan'. Konstruksi objektif semacam itu tergolong dalam tipe konstruksi eksosentrik direktif.
Contoh:  soe rusa                           'menjerat rusa'
               pura ndu'a                       'menebang hutan'
               teka uta                           'berjualan sayuran'
               geti pati aji lambu           'membelikan adik baju'

b. Kj + Kj
Dilihat dari hubungan unsur-unsurnya, frase kerja ini dapat dibedakan menjadi ddua, yaitu yang mempunyai sifat hubungan endosentrik atributif dan eksosentrik koordinatif.

1) Endosentrik atributif
Makna struktural frase ini atribut menyatakan tujuan daari intinya.
Contoh: belaja teka geti                    'belajar berdagang'
              aja tuli                                 'mengajar menulis'
              mbana jolo                          'pergi merantau'
2) Endosentrik Koordinatif
Contoh: ka mi                   'makan minum'
              mbana mai          'datang pergi'
              nai wau               'naik turun'
              mata ta muri       'mati atau hidup'
              ka no eru             'makan dan tidur'

c. BKj (Kata Bantu Kerja) + Kj
Struktur frase kerja ini terjalin dalam hubungan endosentrik atributif dengan inti berupa kata kerja yang didahului atribut kata bantu kerja.
Contoh; ngala eru/roke        'bisa tidur'
              wi ka                      'ingin tidur'
              wi ale                     'ingin bertanya'

d. BKj + FKj
Struktur frase ini terjalin dalam hubungan endosentrik atributif dengan inti berupa frase direktif objektif (Kj + N) yang didahului atribut berupa kata bantu kerja.
Contoh: ngala sai itha-itha ghe       'berhasil meraih cita-citanya'
              ngala pati du'u pegawe      'berhak memecat pegawai'

e. Kj + BKj
Yaitu frase yang intinya mendahului atribut.
Contoh: tiwa ngala      'dapat berlabuh'

f. Kj + BKj + N atau FKj + N
Struktur frase kerja ini mempunyai sifat hubungan eksosentrik direktif objektif dengan direktor berupa kata kerja diikuti kata kerja dan aksis kata nominal.
Contoh: deo ngala ata nola     'berhasil menangkap penjahat'
              deo ngala rusa           'berhasil menangkap rusa'

g. Kj + Sf
Frase kerja ini mempunyai distribusi yang sama dengan Kj dengan atribut kata sifat yang menyatakan makna struktural 'cara melaksanakan tindakan'.
Contoh: mbana mamawe         'berjalan pelan-pelan'
              roke ndate                  'tidur nyenyak'
              ke ngo'i                      'menangis terisak-isak'

h. Kj + D (Kata Depan) + Sf (kata Sifat)
Pada frase ini hubungan unsur-unsurnya dieksplisitkan dengan kata depan no'o  'dengan' atau so  'secara'.
Contoh: mbana no'o olu                        'berjalan dengan tenang'
              mbabho no'o keku keta           'berbicara dengan lemah lembut'

i. Ku (Keterangan kuantitas) + Kj
Frase kerja ini tersususn atas kata keterangan kuantitas (sebagai atribut) diikuti oleh kata kerja sebagai intinya. Makna strukturalnya 'atribut menyatakan kekerapan tindakan'.
Contoh: sadeka-sadeka mbana           'kadang-kadang pergi'
              sadeka-sadeka pelese            'sesekali pelesir'
              no'o deka ghe pelese             'berkali-kali pelesir'

j. Kj + D (Kata depan) + Kj
Frase ini terjalin dalam hubungan endosentrik atributif. Intinya berupa kata kerja diikuti frase depan yang aksisnya berupa kata kerja.
Contoh: eru no'o boro                        'tidur dengan mendengkur'
              mera no musu bako              'duduk sambil merokok'

k. Kj + Ku (Keterangan Kuantitas)
Frase ini makna struktural menunjukkan kekerapan tindakan intinya.
Contoh: gare tepi bhondo         'banyak bicara,bicara banyak'
             mbana salama we'e      'pergi sebentar saja'
              napa salo'o                  'tunggu sebantar

l. Kj + W (Keterangan Waktu)
Makna strukturalnya 'atribut menyatakan waktu berlangsungnya tindakan pada inti'
Contoh: ka kobe                      'makan malam'
              mbana buga la'e        'berjalan-jalan pagi hari'
              ka buga la'e               'makan pagi'

m. W + Kj
Frase ini mempunyai sifat hubungan dan makna struktural sama dengan frase (l), tetapi strukturalnya berbeda.
Contoh: nawo lo mai         'nanti datang'
              wisia mbana         'besok pergi'

n. Asp (Keterangan Aspek) + Kj
Frase kerja ini dapat dgantikan kata kerja pada distribusinya dalam sebuah kalimat sehingga keterangan aspek sebagai atributnya. Makna strukturnya  'atribut menjelaskan tentang proses berlangsungnya tindakan pada inti: apakah tindakan tersebut akan berlangsung, atau tengah berlangsung'
Contoh: nebu eru         'sedang tidur'
             nebu gare tei   'sedang bercakap-cakap'

o. Kj + Asp
Atribut menjelaskan bahwa proses tindakan telah berlangsung, akan berada di belakang/mengikuti kata kerja sebagai intinya.
Contoh: roke dowa     'sudah tidur'
             minu dowa     'sudah minum'
             ka dowa         'sudah makan'

p. Kj + FD
Frase kerja ini beratribut frase depan dengan struktural sebagai berikut:
(1) atribut ,erupakan alat untuk melakukan tindakan pada inti
Contoh: ka no'o soko      'makan dengan sendok'
              eru no'o te'e      'tidur dengan tikar'
(2) atribut menyatakan tempat kejadian
Contoh: mai ghele keli          'datang dari gunung'
              rio leka lowo           'mandi di sungai'

q. M + Kj
Pada frase ini kata keterangan modal sebagai atribut diikuti kata kerja sebagai inti, dihasilkan frase kerja seperti contoh dibawah ini:
pasti baka    'pasti tumbang'
pasti mai      'pasti datang'

r. Kata Keterangan Ingkar + Kj
Contoh: iwa bere    'tidak mengalir'
              iwa latu     'tidak ada'


 

Jumat, 10 April 2015

Dua Puisi oleh Kahlil Gibran





Berabad lalu di jalan ke Athena dua penyair bersua, dan karena berjumpa merasa gembira.

Penyair yang satu bertanya pada temannya begini: "Apa yang kau tulis baru-baru ini, dan sedapkah bila dibaca bersama petikan lira?"

Dan sang penyair temannya menjawablah dengan bangga,"Aku baru saja selesai mencipta sajakku yang teragung, agaknya sajak paling akbar yang pernah ditulis dalam bahasa Yunani kita. Sajak ini memuja Zeus Yang Paling Utama".

Kemudian dicabutnya secarik kertas kulit dari balik jubahnya seraya berkata,"Ini lihatlah, ada aku bawa dan aku girang membacanya untuk kau. Ayolah mari kita duduk di kelindungan matahari di bawah naungan pohon sipres putih itu."

Dan sang penyair membacakan puisinya. Panjang nian puisi itu.

Penyair temannya dengan baik hati memuji," Hebat puisimu itu. Puisi yang akan bertahan zaman demi zaman, dan karenanya kau akan tinggi dapat kehormatan".

Temannya menjawab," Aku cuma mengarang sedikit. Hanya delapan baris mengenang seorang kanak-kanak sedang bermain di taman bunga." Dan dibacakannya baris-baris sajaknya.

Penyair pertama berkata," Tidak begitu jelek".

Lantas mereka berpisahlah.

Selepas dua ribu tahun, delapan baris sederhana ciptaan penyair itu dibaca dalam setiap bahasa, dicintai dan dihormati.

Dan walaupun puisi satu lagi bertahan lewat zaman demi zaman di berbagai perpustakaan dan sel-sel cendekiawan, serta sekalipun judulnya bertahan dalam ingatantapi dia tidak dibaca dan tidak pula dicinta.

Kamis, 09 April 2015

Interpretasi Lirik Lagu A Time for Us







Love atau yang juga dikenal dengan lagu A time for Us merupakan original soundtrack dari film Romeo and Juliet dan dinyanyikan oleh Andy Williams dengan suara klasiknya.
Romeo and Juliet, sendiri merupakan mahakarya William Shakespeare yang mengisahkan tentang cinta dua anak manusia yang pahit, dramatis, dan paling tragis yang pernah tercatat dalam sebuah karya sastra. Mencintai adalah sebuah anugerah dari Tuhan. Mencintai berarti menandakan bahwa kita adalah manusia.


A time for us some day there'll be
When chains are torn by courage born of a love that's free
A time when dreams so long denied
Can flourish as we unveil the love we now must hide


Akan tiba saatnya, semuanya ini akan berakhir. Ketika hal yang membelenggu ini akan dilepaskan oleh datangnya cinta sejati. Akan tiba saatnya bagi kita, harus melakukan sesuatu yang memang sudah sejak lama harus dilakukan. Belitan cinta rahasia yang kita lakukan, akan mulai memudar, dan cinta kita akan merdeka. Tiba saatnya, saat kita menapak untuk mulai mewujudkan mimpi-mimpi kita yang tertunda, yang biasanya kita elak dan sangkal demi cinta. Akan tiba masanya semuanya akan berjalan semestinya, saat kita mengumumkan hubungan kita.

A time for us at last to see
A life worthwhile for you and me


Setidaknya, datangnya waktu itu, akan membuat kita menyadari, betapa hidup yang kita jalani sekarang ini begitu berarti. 

And with our love through tears and thorns
We will endure as we pass surely through every storm
A time for us some day there'll be a new world
A world of shining hope for you and me
For you and me


Kita sudah melewati kisah cinta yang mengenaskan. Tanpa bisa mengungkapkan pada semua orang, melewati rintangan duri dan air mata bercucuran. Bukankah kita yakin dengan cinta kita ini, kita akan mampu bertahan menghadapi badai dan rintangan? Tenanglah, pasti akan ada masanya, saat cinta kita bebas, dan kita bisa menunjukkan pada seluruh dunia, bahwa kita saling cinta. Bahwa, tak peduli faktor apapun, cinta hanyalah cinta. Untukku, untukmu, untuk seluruh dunia.  

And with our love through tears and thorns
We will endure as we pass surely through every storm
A time for us some day there'll be a new world
A world of shining hope for you and me
A world of shining hope for you and me

Kita sudah pernah menjalani kisah penuh duri. Rintangan berikutnya pasti tak kan terlalu menyakiti. Asal kita bersama, selalu saling mencintai.



"If music be the food of love, play on"--William Shakespeare

Senin, 06 April 2015

Prolog Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi






Biarkanlah hari terus berlari
Tetaplah jadi manusia mulia, apa pun yang terjadi
Janganlah galau dengan tiap kejadian sehari-hari
Karena tak ada yang abadi, semua kan datang dan pergi
Jadilah pemberani melawan rasa takutmu sendiri  
Karena lapang dan tulus adalah dirimu sejati
Janganlah pandang hina musuhmu
Karena jika ia menghinamu, itu ujian tersendiri bagimu
Takkan abadi segala suka serta lara
Takkan kekal segala sengsara serta sejahtera

Merantaulah. Gapailah setinggi-tingginya impianmu
Bepergianlah. Maka ada lima keutamaan untukmu
Melipur duka dan memulai penghidupan baru
Memperkaya budi, pergaulan yang terpuji,
serta meluaskan ilmu


Diadaptasi dari bait syair-syair Imam Syafii (767-820 M)