Rabu, 29 Oktober 2014

Jalan-jalan ke kota Karang





Kupang, Keindahan Yang Terserak Dari Indonesia Timur

           Dengan berbekal informasi dari internet akhirnya akupun memutuskan untuk menghabiskan liburanku ke wilayah Indonesia Timur. Kali ini aku melakukan solo traveling ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sebuah kota yang dijuluki sebagai kota Karang dan kota Kasih ini masuk dalam wilayah pulau Timor.
Pagi itu 1 Juli 2013, travel yang membawaku ke bandara Juanda beranjak meninggalkan kota Malang tepat pukul 2.30 dini hari karena aku mengambil rute penerbangan pagi dan waktu tempuh Malang-Surabaya sekitar 4 jam, jadi untuk menghindari keterlambatan aku harus berangkat lebih pagi dengan kondisi masih agak mengantuk. Akhirnya setelah menempuh 2 jam penerbangan, tepat pukul 10.20 Wita akupun tiba di kota Kupang. 
             Ini adalah kali pertamanya aku menginjakkan kakiku di bandara El Tari, bandara terbesar dan menjadi kebanggaan warga propinsi timur Indonesia itu. Di bandara aku langsung dijemput oleh dua orang sahabatku  yang aku kenal melalui jejaring sosial facebook, Emy Delince Poyk, seorang nona keturunan Rote dan Onsi Ernita Bano, keturunan Timor  yang siap menjadi pemanduku selama aku berada di kota ini.

Kantor Gubernur NTT


Aku berasa mimpi bisa berada ditengah-tengah warga yang notabene asing bagiku. Sebab selama ini aku hanya bisa berangan-angan, mengkhayal akan indahnya Indonesia Timur. Kini aku bersyukur pada akhirnya Tuhan mengabulkan mimpi-mimpiku. Kesan yang aku dapat adalah udara yang panas, gersang dan kehidupan yang keras dari masyarakat disini, tentu saja aku sedikit mengalami culture shock. Hari pertama, kami bertiga berkeliling kota sebentar dengan naik angkutan kota dengan biaya Rp.3000. Orang sini biasa menyebutnya bemo, dengan tampilan yang sangat meriah karena bemo dilengkapi dengan berbagai aksesoris si dalam dan di luarnya seperti lampu-lampu, boneka, dan car freshener yang menggantung disebelah sopir, selain itu juga dilengkapi audio power yang sangat besar sehingga menghasilkan suara musik yang keras, laksana diskotik berjalan. Menurut cerita yang aku dengar, semakin keras musik semakin laku angkutan kota tersebut dan  musik juga menandakan bahwa orang Kupang baik tua maupun yang muda suka musik dan dansa.  Disamping itu rasanya kurang afdol kalau berada di Nusa Tenggara Timur tidak merasakan sensasi naik bemo. Sebenarnya naik ojekpun juga bisa, dengan sewa berkisar antara Rp.50.000 per hari atau bisa dibawahnya asal bisa melakukan nego dengan para tukang ojek, biasanya mereka sudah mempunyai tempat pangkalan disekitar hotel. Saat malam tiba, aku mengunjungi pasar malam Kampung Solor, sebuah tempat yang menyediakan berbagai aneka kuliner khas kota ini, seperti aneka olahan seafood bakar, se’i (daging babi dan sapi asap,untuk yang muslim direkomendasikan se’i sapi), rumpu rampe, yaitu semacam urap-urap, sambal lu’at, sambal khas kota Kupang  dengan tingkat kepedasan yang luar biasa tingginya. Memang dikampung Solor inilah surganya wisatawan menikmati aneka kuliner yang bisa menggoyangkan lidah sampai puas dengan harga terjangkau di kantong dengan pelayanan yang sangat ramah dari para penjualnya.Keesokan harinya aku mulai mengeksplor tempat-tempat indah lainnya seperti pantai Tedy. 
Senja di Pantai Teddy Kupang
Pantai terletak di tengah-tengah kota Kupang ini merupakan tempat dilaksanakan acara pembukaan Sail Komodo 2013, sehingga sarana dan prasananyapun terlihat bagus dan sangat tertata, ada kafe dan hotel yang berdiri megah di pinggir pantai dengan kilauan cahaya lampunya yang menambah keeksotikan pantai ini. Tak heran jika setiap sore pantai ini selalu ramai oleh warga sekitar yang ingin menghabiskan waktunya dengan berjalan-jalan bersama sanak saudara untuk menghirup sejuknya hembusan angin pantai sambil menikmati jagung bakar seharga Rp.5000 perbuah,yang dijual di sepanjang pantai Tedy ini sampai menjelang malam tiba.
Pagi berikutnya, aku dan kedua sahabatku melanjutkan petualangan ke air terjun Oenesu. Bila ingin mengunjungi air terjun ini maka harus menelusuri perjalanan sejauh 17 km dari kota Kupang, tepatnya berlokasi di daerah Kupang Barat dengan jalanan khas ala NTT, berkelok-kelok penuh jurang yang dalam dengan tinggi seperti bukit-bukit yang ada di Jawa. Menjelang tengah hari kamipun tiba. Semua kelelahan terbayar oleh dingin dan segarnya air terjun Oenesu yang masih alami.Sebuah obyek wisata yang cukup menantang dan bisa dijadikan tempat petualangan yang mengasyikkan dan panorama alam yang sangat indahnya. Selanjutnya pantai yang aku tuju adalah pantai Paradiso. Menghabiskan waktu siangku di pantai yang terletak di bilangan Oesapa Kupang ini memang luar biasa. Jaraknya hanya 100 meter dari Jalan Timor Raya Kupang. 


Anak-anak di sekitar Pantai Paradiso
Pantai Paradiso merupakan pantai karang yang banyak ditumbuhi pohon bakau atau mangrove sebagai tanaman pelindung pantai itu dari terjadinya abrasi, selain itu ada pohon ketapang dan lontar sebagai peneduh saat kita duduk-duduk.Ketika itu aku melihat beberapa anak tengah mencari ikan sambil menikmati air laut yang perlahan mulai pasang. Memang, di sekitar pantai ini ada pemukiman nelayan dan areal tambak garam yang dikelola para nelayan setempat sebagai sumber penghasilan selain dari melaut. Menjelang matahari terbenam, kami bertiga langsung meluncur ke pantai Lasiana demi mengejar sunset yang konon katanya di pantai inilah tempat sunset yang terbaik. Sepanjang perjalanan menuju pantai Lasiana ini aku banyak menemui babi dan anjing berkeliaran di jalan-jalan. Menurut sahabatku ini merupakan hal yang biasa terjadi sehari-hari. Lokasi pantai Lasiana ini terletak di daerah Kupang Tengah, Kota Kupang. Pemerintah kota setempat menjadikannya pantai ini sebagai Taman Budaya Flobamora, yaitu sebutan yang mencakup pada keseluruhan suku bangsa yang ada di NTT yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor. Di pantai ini banyak terdapat ‘lopo-lopo’ sebutan lokal untuk pondok yang dibangun menyerupai payung dengan tiang dari batang pohon kelapa atau kayu dan beratapkan ijuk, pelepah kelapa atau lontar, dan alang-alang. Bisa juga beratapkan seng yang bagian luarnya dilapisi ijuk, pelepah kelapa atau lontar dan alang-alang. Karena di daerah Kupang banyak dijumpai pohon lontar tumbuh hampir disetiap tempat. Di pantai Lasiana ini para pengunjung bisa menikmati kuliner berupa pisang gepeng, yaitu pisang yang dibakar dengan arang dan selanjutnya ditaburi keju, susu atau mengikuti selera pembeli.Hanya dengan membayar Rp. 6.000 lidah kita dimanjakan oleh lezatnya pisang gepeng dan minum es kelapa muda hasil kreasi mama dorang (sebutan kaum ibu setengah baya).
Tibalah hari keenam, hari terakhir keberadaanku di kota Kasih ini. Tak kulewatkan begitu saja waktuku walaupun sorenya aku harus take off kembali ke Surabaya. Aku menyempatkan diri mengunjungi museum NTT dan Taman Nostalgia.Museum NTT ini terletak di Jalan El Tari II Oebobo-Kupang dekat dengan kantor pariwisata. 
Aku ketika berada di Museum NTT
Dengan keramahan para petugasnya, aku diajak mengelilingi museum yang mempunyai tiga gedung ini. Gedung pertama menyimpan benda-benda peninggalan jaman batu (megalitikhum), gedung kedua menyimpan benda-benda berupa tanaman pokok masyarakat NTT yaitu jagung dan gedung ketiga menyimpan artefak fosil-fosil ikan hiu. Disini aku bisa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan, tapi sayangnya masyarakat enggan berkunjung ke museum ini. Justru para wisatawan asinglah yang sering mengunjungi tempat ini, terang Bapak Marcelinus disela-sela kami mengelilingi museum ini.Dari museum NTT aku melanjutkan keTaman Nostalgia.



Taman Nostalgia 
Taman Nostalgia, sebuah taman kecil yang bersih tempat anak-anak muda nongkrong menghabiskan waktu senggangnya. Di taman yang terletak di Jalan Eltari II Kupang ini terdapat Gong Perdamaian Nusantara (GPN) yang diresmikan oleh Bapak Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 8 Februari 2011 silam. Lingkaran terluar dari GPN ini dihiasi logo kota dan kabupaten yang ada di Indonesia yang berjumlah 444 logo. Keseluruhan logo kota dan kabupaten  ini melingkupi lingkaran yang lebih kecil didalamnya. Lingkaran ini juga dihias dengan logo sebanyak 33 buah, yang merupakan logo dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Sementara inu, bagian luar GPN  dihias dengan simbol agama yang diakui oleh Negara Indonesia. Mengapa Kupang dipilih sebagai salah satu kota penerima Gong Perdamaian Nusantara? Itu tak lain karena kota ini merupakan kota multikultural dan toleransi antar umat beragama yang sangat tinggi. Selain kota Kupang, ada 5 kota lain yang menerima GPN, yaitu Yogyakarta, Palembang, Kutai Kartanegara, Jakarta, dan Ambon.
Sebelum aku benar-benar meninggalkan kakiku dari kota Kupang ini, rasanya kurang sempurna jika aku tidak membawa souvenir berupa kain tenun ikat khas NTT. Dengan kisaran harga termurah Rp. 350.000 untuk kain dari bahan biasa sampai harga jutaan ribu rupiah perlembarnya. Selain kain tenun ikat aku juga membeli oleh-oleh berupa sabun cendana, gula hela, kue rambut, jagung titi dan tak lupa kopi NTT.

Pelabuhan Tenau Kupang
           Sungguh suatu perjalanan yang benar-benar menyenangkan dan tak akan pernah terlupakan. Suatu saat nanti aku akan datang kembali menikmati keindahan-keindahan  alam yang masih terserak dari provinsi Nusa Tenggara Timur. 
          Dari sini aku belajar banyak hal tentang cinta kasih dan toleransi antar sesama umat beragama, tentang arti persahabatan yang tak mengenal ras, suku dan agama. Dari sini pula aku belajar tentang kesederhanaan dan belajar menjadi orang yang lebih banyak bersyukur pada Tuhan.



Terima kasih Tuhan, terima kasih sahabat-sahabatku,adik-adikku.Sampai jumpa lagi di kota Karang.
                                                                  Salam FLOBAMORA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar